Kamis, 02 Oktober 2014

Tata Cara Hisab di Akhirat

Orang-orang yang dihisab pada hari kiamat ada dua golongan:

Di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang mudah, yaitu dilewatkan saja.
Dari Aisyah radhiyAllahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak ada seseorang yang dihisab pada hari kiamat kecuali binasa.’ Saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya hal itu hanyalah sekedar lewat, dan tidak ada seseorang yang dihisab pada kiamat kecuali disiksa.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari No. 6537 dan ini adalah lafazhnya, dan Muslim No 2876.)

Di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang susah dan ditanya tentang segala yang kecil dan besar.
Jika ia benar, maka alangkah baiknya. Dan jika ia berusaha bohong atau menyembunyikan, maka sesungguhnya ditutup mulutnya dan anggota tubuhnya yang berbicara, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasiin: 65).

Umat-umat yang Dihisab

Hisab pada hari kiamat berlaku umum kepada semua umat kecuali mereka yang dikecualikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka adalah 70.000 orang dari umat ini, mereka masuk surga tanpa hisab dan tidak ada siksa.

Orang-orang kafir akan dihisab dan diperlihatkan amal perbuatan mereka pada hari kiamat sebagai celaan bagi mereka. Mereka berbeda-beda dalam siksaan. Siksaan orang yang banyak kejahatannya lebih besar dari pada siksaan orang yang memiliki kesalahan sedikit. Barangsiapa yang memiliki kebaikan-kebaikan niscaya diringankan siksaan darinya, akan tetapi dia tidak masuk surga.

Umat yang pertama kali dihisab adalah umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan amal perbuatan yang pertama kali dihisab adalah shalat. Jika shalatnya baik niscaya baiklah semua amalnya dan jika rusak niscaya rusaklah semua amalnya. Dan yang pertama kali diputuskan di antara manusia adalah persoalan darah.

Tata Cara Hisab di Akhirat

Orang-orang yang dihisab pada hari kiamat ada dua golongan:

Di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang mudah, yaitu dilewatkan saja.
Dari Aisyah radhiyAllahu ‘anha, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak ada seseorang yang dihisab pada hari kiamat kecuali binasa.’ Saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, bukankah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya hal itu hanyalah sekedar lewat, dan tidak ada seseorang yang dihisab pada kiamat kecuali disiksa.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari No. 6537 dan ini adalah lafazhnya, dan Muslim No 2876.)

Di antara mereka ada yang dihisab dengan hisab yang susah dan ditanya tentang segala yang kecil dan besar.
Jika ia benar, maka alangkah baiknya. Dan jika ia berusaha bohong atau menyembunyikan, maka sesungguhnya ditutup mulutnya dan anggota tubuhnya yang berbicara, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasiin: 65).

Umat-umat yang Dihisab

Hisab pada hari kiamat berlaku umum kepada semua umat kecuali mereka yang dikecualikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka adalah 70.000 orang dari umat ini, mereka masuk surga tanpa hisab dan tidak ada siksa.

Orang-orang kafir akan dihisab dan diperlihatkan amal perbuatan mereka pada hari kiamat sebagai celaan bagi mereka. Mereka berbeda-beda dalam siksaan. Siksaan orang yang banyak kejahatannya lebih besar dari pada siksaan orang yang memiliki kesalahan sedikit. Barangsiapa yang memiliki kebaikan-kebaikan niscaya diringankan siksaan darinya, akan tetapi dia tidak masuk surga.

Umat yang pertama kali dihisab adalah umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan amal perbuatan yang pertama kali dihisab adalah shalat. Jika shalatnya baik niscaya baiklah semua amalnya dan jika rusak niscaya rusaklah semua amalnya. Dan yang pertama kali diputuskan di antara manusia adalah persoalan darah.

Hadats Besar & Sebabnya

Pengertian

Hadats besar adalah kondisi hukum dimana seseorang sedang dalam keadaan janabah. Dan janabah itu adalah status hukum yang tidak berbentuk fisik. Maka janabah tidak identik dengan kotor.

Ada beberapa penyebab kenapa seseorang menyandang status sedang janabah, diantaranya adalah keluar mani.

Dalam hal ini. orang yang mengalami keluar mani, baik dengan sengaja atau tidak sengaja, meski dia telah mencuci maninya dengan bersih lalu mengganti bajunya dengan yang baru dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari mandi janabah.

Penyebab Hadats Besar

Hal-hal yang bisa mengakibatkan hadats besar antara lain adalah keluar mani, bertemunya dua kemaluan, meninggal dunia, mendapat haidh, nifas dan melahirkan bayi.

Ketiga penyebab pertama itu bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan, sedangkan tiga penyebab yang terakhir hanya terjadi pada diri perempuan.

Para ulama menetapkan paling tidak ada 6 hal yang mewajibkan seseorang untuk mandi janabah. Tiga hal di antaranya dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Tiga lagi sisanya hanya terjadi pada perempuan.

Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah baik dengan cara sengaja (masturbasi) atau tidak.

Dasarnya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:

Dari Abi Said Al Khudhri Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda”Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma). (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun ada sedikit berbedaan pandangan dalam hal ini di antara para fuqaha’.

Mazhab Al Hanafiyah Al Malikiyah dan Al Hanabilah mensyaratkan keluarnya mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak nafsu baik keluar dengan sengaja atau tidak sengaja. Yang penting ada dorongan syahwat seiring dengan keluarnya mani. Maka barulah diwajibkan mandi janabah.

Sedangkan mazhab Asy-syafi’iyah memutlakkan keluarnya mani baik karena syahwat atau pun karena sakit semuanya tetap mewajibkan mandi janabah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah jilid 16 halaman 49)

Sedangkan air mani laki-laki itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya dengan wadi dan mazi:

Dari aromanya air mani memiliki aroma seperti aroma ‘ajin (adonan roti). Dan seperti telur bila telah mengering.
Keluarnya dengan cara memancar sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: من ماء دافق
Rasa lezat ketika keluar dan setelah itu syahwat jadi mereda.
Mani Wanita

Dari Ummi Salamah radhiyallahu anha bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya”Ya Rasulullah sungguh Allah tidak mau dari kebenaran apakah wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab”Ya bila dia melihat mani keluar”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani bukan hanya laki-laki.

Bertemunya Dua Kemaluan
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima’). Dan para ulama membuat batasan: dengan lenyapnya kemaluan (masuknya) ke dalam faraj wanita atau faraj apapun baik faraj hewan.

Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur baik dubur wanita ataupun dubur laki-laki baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi di luar larangan perilaku itu.

Hal yang sama berlaku juga untuk wanita dimana bila farajnya dimasuki oleh kemaluan laki-laki baik dewasa atau anak kecik baik kemaluan manusia maupun kemaluan hewan baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati termasuk juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi di luar masalah larangan perilaku itu.

Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi meskipun tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:

Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan kami mandi.”

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘Anh berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda”Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi) maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun ‘alaihi).

Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Meski pun tidak keluar mani”

Meninggal
Seseorang yang meninggal maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang orang yang sedang ihram tertimpa kematian:

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda”Mandikanlah dengan air dan daun bidara’. (HR. Bukhari dan Muslim)

Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita dan bersifat rutin bulanan.

Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan juga sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS  Al Baqarah: 222)

Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda’Apabila haidh tiba tingalkan shalat apabila telah selesai (dari haidh) maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)

Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.

Hukum nifas dalam banyak hal lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat puasa thawaf di baitullah masuk masjid membaca Al Quran menyentuhnya bersetubuh dan lain sebagainya.

Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak meski anak itu dalam keadaan mati maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya meski seorang wanita tidak mengalami nifas namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah lantaran persalinan yang dialaminya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa ‘illat atas wajib mandinya wanita yang melahirkan adalah karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani juga meski sudah berubah wujud menjadi manusia.

Dengan dasar itu maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun tetap diwajibkan mandi lantaran janin itu pun asalnya dari mani.

Mengangkat Hadats Besar

Untuk mengangkat atau menghilangkan hadats besar, ritual yang harus dijalankan adalah mandi janabah. Penulis membuat bab tersendiri untuk membahas mandi janabah.

Dan dalam kondisi tidak ada air, mandi janabah bisa digantikan dengan tayammum yang sesungguhnya bukan hanya berfungsi sebagai pengganti wudhu, tetapi juga berfungsi sebagai pengganti dari mandi janabah.

Maka bila ada seseorang yang terkena janabah tidak perlu bergulingan di atas tanah. Cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus yaitu hadats kecil dan hadats besar.

Namun karena sifatnya yang sebagai pengganti sementara, maka bagi orang yang bersuci dari hadats besar dengan tayammum, tiap kali mengerjakan shalat, thawaf, i’tikaf dan lainnya, wajiblah atasnya untuk bertayammum lagi. Mengingat sifatnya yang hanya mengangkat hadats besar sementara.

Mengenai tayammum dengan segala ketentuannya, akan kita bahas dalam bab tersendiri setelah kita membahas bab tentang wudhu’ dan bab tentang mandi janabah.

Referensi:

Fiqih dan Kehidupan oleh Ahmad Sarwat, Lc. MA.
Mukhtashar Fiqih Islami oleh Dr. Muhammad bin Abdullah At Tuwaijiri

Amal & Timbangan di Akhirat

Pengertian Hisab

Yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala menahan hamba-hamba-Nya di hadapan-Nya dan memperlihatkan pada mereka amal perbuatan yang telah mereka lakukan. Kemudian membalas mereka menurut kadar amal perbuatan mereka. Satu kebaikan dengan balasan sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat hingga kelipatan yang banyak, dan kejahatan dengan balasan seumpamanya.

Mengambil Catatan Amal

Setiap orang yang berada di mauqif diberikan kitab catatan amalnya. Di antara mereka ada yang diberikan kitabnya dengan tangan kanannya, dan mereka adalah orang-orang yang beruntung. Dan di antara mereka ada yang diberi kitabnya dengan tangan kiri dari belakang punggungnya, dan mereka adalah orang-orang yang celaka.

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja sungguh-sungguh menuju Rabbmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, *maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. Al-Insyiqaaq: 6-12).

2. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, (QS. Al-Haaqqah: 25-27).

Meletakkan Timbangan

Diletakkan timbangan pada hari kiamat untuk menghisab semua makhluk. Manusia maju satu persatu untuk dihisab. Lalu Rabb mereka menghisab mereka dan bertanya kepada mereka tentang amal perbuatan mereka. Apabila hisab telah sempurna, sesudahnya adalah timbangan amal perbuatan.

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. Al-Anbiyaa: 47).

2. Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu (yaitu) api yang sangat panas. (QS. Al-Qaari’ah: 6-11).

3. Ibnu Umar r.a berkata bahwa ‘Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Orang beriman didekatkan dari Rabb-nya pada hari kiamat sehingga Dia Subhanahu wa Ta’ala meletakkan atasnya perlindungan-Nya, lalu mengikrarkan kepadanya dosa-dosanya. Dia Subhanahu wa Ta’ala bertanya: ‘Apakah kamu mengetahuinya?’ Ia menjawab: ‘Benar, wahai Rabb, aku mengetahuinya.’ Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Aku telah menutupinya semasa di dunia dan sungguh Aku mengampuninya untukmu pada hari ini.’ Lalu diberilah catatan amal kebaikannya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menyeru mereka di hadapan semua makhluk, mereka adalah orang-orang yang berdusta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.’ (Muttafaqun ‘alaih).