Asal Dalam Bangunan adalah Agar Ditempati (Sebait catatan Jaulatul Masyayikh/Silaturrahmi Tokoh)
Masih hening sukma-sukma dalam renungan atas kepiawaian dosen di kelas suatu ketika,
“Wal ashlu fil mabniyyi an yusakkana” | "Asal dalam kemabnian ialah dihukumi sukun." [ Alfiyah Ibn Malik Al Andalusy ].
Kita kutip secuplik dari Bab Mu’rab & Mabni di awal tulisan ini. Kutipan yang bermakna bahwa bentuk asli dari Mabni adalah tersukun pada akhir kalimah, sebab ia merupakan syakal yang paling ringan. Oleh karena itu ia bisa masuk pada Kalimah Isim, Fi’il, maupun Harf.
Bacaan ini bukan tempat untuk berkerut-dahi dengan kaidah berbahasa. Izinkan Ana meloncat ke pemaknaannya bagi hidup keseharian kita, bahwa dengan sedikit mengubah harakatnya kita akan membaca kaidah ini teterjemahkan sebagai, “Asal dalam bangunan adalah agar ia ditempati.”
Maka sungguh benar; ketika manusia hari ini membangun rumah, istana & gedung bukan untuk ditempati melainkan sebagai investasi, ia menjadi bencana tak cuma di akhirat, tapi telah tercicip kerusakan sejak di dunia. Tak ada ahli ekonomi yang menyangkal bahwa krisis ekonomi 1997 terpicu dari soal properti di Korea & Thailand hingga subprime morgage di Amerika. Semua terjadi karena manusia tak lagi menghayati “Asal dalam bangunan adalah agar ia ditempati," kata seorang Direktur Cavo Trainer Wamy Indonesia semalam.
Para pendahulu kita yang shalih tak mentaati kaidah ini. HOS Cokroaminoto, misalnya. Ia seorang pahlawan Indonesia yang tak lepas hatinya dari was-was bahwa kediaman perehatan di dunia yang sementara itu akan melalaikan dari kampung akhirat yang abadi. Di hatinya terus berdengung ayat Nya, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian.”
“Aku tak suka memperindah rumahku kecuali sekadar memuliakan tamu”, ujar ‘Abdullah ibn ‘Umar suatu kali, “Sebab ia membuatku mencintai dunia, melalaikan akhirat, memberatkan langkah ke Masjid, & memalaskan jiwa dari jihad fi sabilillah.”
Betapa jauh kita hari ini dari petunjuk Rasulillah & teladan orang-orang yang diridhai Nya. Betapa bangga kita tentang seluas apa, sejumlah lantai, seharga berapa, senyaman apa & bagaimana mempercantiknya. Tanpa sadar bahwa rumah abadi kelak kita di akhirat belumlah dipasang batu pertamanya.
Semalam, kita mengenang seorang ketua pusat komunitas GenPro yang ditunjuk Allah Subhanah untuk menjadi pengisi di silaturrahim tokoh LDK Al Fatih LIPIA. Beliau yang memilih Allah sebagai tetangganya, sebelum meminta pada Nya rumah sejati. Beliau yang memilih sebuah majelis kecil untuk bermesra dengan Sesembahannya.
Majelis komunitas bisnis yang menghimpun & mensinergikan segenap potensi pengusaha muslim yang memiliki komitmen untuk menjadikan bisnis sebagai ladang ibadah, dakwah & jihad iqtishodi. Sehingga bisnis tak lagi ditempatkan semata-mata hanya untuk tujuan & kepentingan bisnis.
Lebih dari Ustadz Iwan Kurniawan, semalam kita amat berhajat bersinggah di rumah makan favorit orang berdompet tebal. Rumah makan yang sampai kini telah menjadi peraduan hati masyarakat kelas atas. Berharap kita, dari kajian beliau semalam dapat memulihkan taat setiap kali kita tertatih. Agar menjadi tempat berteduh jiwa kita dari terik & derasnya dunia. Agar kita yakin selalu bahwa hidup ini hanya persinggahan sejenak & seberangan selintas. Agar di sana tersimpan segala puji-puji yang orang beri, sedang kita tak layak menerima. Agar ruh kita tentram dalam perjuangan ini, walau lelah-luka & lara-duka menyobek raga.
Semalam, Allah Subhanah menuntun kita untuk merundukkan diri. Sebab bagi hati yang merunduk, terbuncah cinta yang utuh. Sebab atas hati yang merunduk, segala kepongahan akan takluk. Sebab pada hati yang merunduk, cinta manusia mengalir teruntuk. Sebab terhadap hati yang merunduk, semesta akan bertepuk. Tapi segala ketundukan & kekhusyukan hati kita hanyalah untuk mengundang cinta Nya, bukan sorak-sorai manusia.
Hari ini, kita mulai untuk sekedar berhajat memohon rumah sejati, rumah abadi, di sisi Rabb Yang Maha Tinggi & meminta pertolongan Nya untuk mengetuk pintu rumah itu sejak kini, dengan bakti tak henti-henti.
Mari sejenak kita lafadzkan seuntai do'a yang bersahaja.
“Duhai Rabbi, bangunkan untukku di sisi Mu, sebuah rumah di surga itu.” (QS. At Tahriim : 11)
Sepenuh cinta,
Untuk Antum kerabat Al Fatih.