Meninggalkan hari-hari libur yang tak selamanya bisa menghibur dengan hal yang tak bermanfaat adalah sebuah kerugian. Di Sangatta lalu, kita tidak sedang belajar tentang nama-nama hari. Tapi tentang stasiun kenangan, tentang momentum, yang salah satu penandanya bisa berupa hari. Adalah saat-saat kita membangun stasiun kenangan di sana.
Nama hari cukup memberi arti & fungsi yang berbeda. Maka, sepotong hari kita di Sangatta tak sekadar sepenggal kesempatan. Tapi juga momentum, sekaligus saat berbagai prasasti kehidupan kita dipahat. Sepenggal hari tak sekadar kumpulan hitungan jam atau menit, tapi juga saat stasiun-stasiun kenangan kita dirancang & ditegakkan.
Stasiun kenangan kita di Sangatta, kita perlukan sebagai tonggak-tonggak & pilar-pilar kesejarahan yang kita ciptakan pada momen Pesantren Ramadhan. Yang dengan itu, kita mengeja secara mudah peran unggulan kita, bahkan nama & identitas kepribadian kita.
Bila seluruh hidup kita habis di dunia akademis, menjadi mahasiswa, kita tidak akan punya definisi yang jelas sebagai mahasiswa model apa, tanpa peran unggulan, pada momen-momen tertentu, yang kita sebut stasiun-stasiun kenangan itu. Maka, seorang mahasiswa disebut mahasiswa, jika ia punya stasiun kenangan prestatif. Meski tidak semuanya harus ada pada masa belajarnya. Stasiun kenangan kita, adalah cetak biru tentang seperti apa kiranya nanti kita akan punya potret umum. Bukan sekadar kumpulan foto di album kenangan kita, atau coretan kata di lembar-lembar catatan harian kita.
Seluruh kemarin telah lewat. Namun hati ini masih saja terpaut jika mengais sisa foto-foto kegiatan saat di sana. Atau saat grup-grup whatsapp Pesantren Ramadhan mendengungkan suara khasnya. Hari ini kita di sini. Di mana saja. Esok?. Menggantung dalam harap & keputusan Allah yang belum kita ketahui. Tapi teman... Hari-hari akan tetap datang dengan nama aslinya.
Stasiun kenangan kita adalah prasasti. Tidak sekadar untuk dikenang anak-cucu kita, tapi juga tonggak-tonggak bagi kesinambungan kita nanti, bila ada umur yang masih tersisa.
Setiap kita, bersama ketentuan takdir, ternyata bisa merancang prasasti-prasasti kenangan. Bukan untuk romantika melankolik yang cengeng, tapi agar ada pilar-pilar penyangga bagi kesinambungan cita-cita hidup kita. Bukan untuk memandanginya di hari tua, dengan mematut-matutnya penuh nostalgia, tapi agar ada yang bisa diwariskan bagi generasi sesudah kita. Merancang stasiun kenangan, adalah juga perjuangan menjaga stabilitas perjalanan hidup di atas kebajikan.
Masya Allah ustadz. Ana merasa, harus banyak instropeksi kenapa hafalan Ana belum juga khatam sampai tahun ini. Kebaikan Antum meminjamkan Ana bantal tidur di tiap malam, akan selalu teringat sesaat sebelum Ana tidur & melihat bantal. Kapanpun... Dimanapun... Hanya, ketidak konekan Antum saat baru tersadar dari tidur harus banyak dibenahi deh ustadz. Masalahnya... Gara-gara itu juga, akhirnya kita merasakan tidak sahur selama TIGA HARI !!!. Sejarah terburuk dalam dunia perpuasaan telah kita raih bareng-bareng ustadz. :')
Gimana kabar Antum???. Afwan ya jika kurang peka atas kehadiran & kepergiannya. Gimana tidur di mes kami yang selalu berantakan???. Hehe. Keren kan??? . Kalau kata ustadz mukhtar, "mantep bingit!." Tak apa pamitan di awal, yaaa mudah-mudahan Ali bisa gabung di lain kesempatan. Minimal kelompok C terhibur dengan kehadiran sosok yang masih seger-segernya merasakan dunia yang setara dengan anak-anak kelas C saat itu. Semangat sekolah ya guys, biar bisa melancarkan cita-citanya. Atauuu... Minimal lanjutin & ngembangin metode tikrornya ustadz Hamim. Hehe.
Tolong sadari kekonyolan Ana ya kak. Asal jangan diceritakan terlalu jauh. Di luar itu... Ana sangat mengapresiasi kerja kerasnya kak. Sudah mau berjuang mikirin kelompok B bareng-bareng. Oiya kak, ide creative art membuat kapal dari kotak susunya masih Ana tunggu yaaa???. Meski tak tersampai di Pesantren Ramadhan tahun ini, mudah-mudahan kedepannya bisa dipraktekkan kak. Mohon maafnya untuk tidak bisa memfasilitasi ide kreatifnya.
Sungguh keberadaan kakak sangat dinanti. Saat kak Anif tak hadir, adalah sebuah ketimpangan. Tak ada yang menyemangati. Tak ada yang mendokumentasikan kegiatan kelompok B & segudang kegiatan positif lainnya. Kak... Mohon maaf, kalau di rundown nama yang disebutin paling sedikit. Tapi yang Ana rasakan, justru malah kerja nyata kakak sangat banyak. Sungguh, sekali lagi minta maafnya kak... Ide celup-celup warna belum bisa Ana terapkan juga.
Tapi Alhamdulillah... Temen IPB nambah satu. Akhwat lagi. Cuman anehnya, mengapa hanya ingat Ana ketika mau foto-foto aja. -_- Selebihnya... Hanya rumput yang bergoyang. Perkataan yang paling Ana hafal jika bertemu kak Nisa adalah.... Jeng, jeng, jeng.... "Pakai hpnya nafis aja bagus. Kalau pakai hp ku gelap." Atauuu.... Satu lagi yang ini : "Nafis, ngeblutut fotonya dong...???." Yahh... Seperti itulah, keakraban hp Ana dengan kak Nisa yang memiliki cerita sendiri untuk dibukukan. Jazakillah khoiron kak, atas buliannya karena telat naik pesawat!!!. :P Ehh kak, diam-diam... Tembok mes kamar merindukan ketukan tangan sahur dari kak Nisa loh kak. Hehehe.
Video kita, yang kakak buat luar biasa kak. Meski harus Ana pindahkan dari hp ke flesdis. Karena setiap mutar videonya, tak tahu mengapa hati ini terasa baper & mengingatkan saat-saat di Sangatta. Makasih banyak kak atas transferan dokumentasinya. Hehe. Meski maksa dikit. ^^v Ditunggu versi yutubnya yaaa???. Lumayan lahh, sekali-kali wajah diri ini mampang di sana euy!.
Kak... Kita jarang ngobrol yaaa???. Sekalinya ngomong, malah salah sebut nama. Tolong dimaafkan. Hingga suatu ketika pertanyaan misterius itu terjawab : "Athif Anif itu bedanya cuman beberapa menit ajaaa kali kak nafis...". Weleh-weleh... Saudara kembar itu sesuatu ya kak?. Semuanya sama. Asal masalah jodoh, jangan sama juga kak. Tak baik. Hehehe.
Syukron buat piagamnya kak. Mungkin kalau Ana bisa buat piagam, khusus Fadhil piagamnya Ana buatin aja ya dhil. Biar lebih mengena, kalau Fadhil pernah jadi partner mentor kita di Pesantren Ramadhan Sangatta. Fadhil, awal pertemuan kita di ruang ta'mir itu buat hati ini jadi jleb banget. "Kak nafis, jangan panggil saya kak. Nanti jadi keliatan tua. Padahal kakak kan lebih tua dari saya." Ahhh... Malamnya, Ana jadi instropeksi diri dhil sebelum tidur. Luama buangettt. Hingga muncullah pertanyaan : "Umur tua gini, udah ngapain aja???". Oiya dhil, mohon maafnya untuk sajian istirahat di kamar yang kurang nyenyak. TV kamar yang selalu nyala, karena lupa dimatiin. Tidur di lantai bawah, karena lupa ngingetin. Sungguh, itu hanya khilaf semata dhil. :')
Bingung mau nulis apa kak?. Hohoho. Mungkin ucapan terima kasih atas penghargaan terburuk dengan mengingat Ana cukup sekadar sebagai sesosok penunggu ta'mir dengan rundown khasnya. -_-" Kak... Sadar kak... Skripsi belum selesai. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Kerjain skripsi dulu, jangan mentang-mentang kesepian. :D
.
.
.
.
.
Bu Naila... Ummu Faza... Mbak Naila... Bunda Nailaaaa en semua sebutan terbaik untuk memanggilnya. :D Matur suwun sanget atas suguhannya. Atas fasilitas istirahat yang sungguh-sungguh di luar pengalaman Ana sebelumnya. Tidur di mushollah bandara balikpapan nungguin travel, tidur di travel VIP yang bergeronjal & akhirnya tak tidur juga, tidur di masjid darussalam dengan segudang nyamuk yang haus darah, tidur di rechall nempelin poin anak-anak yang tak pernah selesai, tidur di ta'mir karena kurang aqua (hehe) & yang paling speechless itu.... Tidur di mes yang tiap hari di beresin. Sepatu disemirin. Kamar di acein. Baju dicuciin, Air minum disediain. Huaaahhhh.... Fabiayyi aalaaai robbikuma tukadzdzibann... :'(. MAAF TELAT PESAWAT!!!. :'( Duo gaduh : Mush'ab & Haidar. Yang membuat diri ini menjadi partner dalam impiannya yang diseting selalu saja kalah. Kangenn jadi power ranger. Penembak jitunya mush'ab. Musuh bebuyutannya haidar. All is well, pak Iffan... Mentor dalam diam. Guru spiritual. Sosok terahasiakan. Pak... Kita masih sama-sama hutang cerita masa muda kita kan ya pak???. Salah satu modus Ana biar diundang ke Sangatta lagi. Hehe.
Ana pandangi langit yang menjadi selimut bumi. Ana terawang... Ana tatap & semakin Ana tatap. Sangat jauh... Jauh di atas sana. Jauh dari pusaran bumi. Semakin jauh... Jika Antum mendongakkan kepala ke langit, akan Antum dapati ribuan malaikat sedang bersiap-siap turun ke bumi. Menjemput hamba terbaik...
Selamat menulis di buku kehidupan Antum. Menulislah dengan tinta cinta & kasih sayang, serta pena yang diridhoi Allah Subhanah.