Rabu, 24 Juni 2015

Tentang Kita

Lagi-lagi ana harus mengatakan dalam diri sendiri, ‘Iri dan cemburu itu sederhana. Hanya saja kita harus mencari tahu bagaimana cara menyikapinya’.

Iri dan cemburu yang ana maksud bukanlah iri dan cemburu soal cinta. Sederhana sekali jika sifat iri dan cemburu yang begitu agung hanya dimaknai oleh rasa cinta. Bukan. Iri dan benci yang ana maksud adalah iri dan cemburu ketika melihat orang lain selangkah di depan kita.

Banyak sekali orang-orang yang memiliki kelebihan yang luar biasa hingga membayangkan seandainya dia adalah kita. Ketika melihat seseorang tengah menjadi pembicara, misalnya. Kita membayangkan seandainya dia adalah kita. Ketika melihat seseorang telah menerbitkan suatu buku, kita membayangkan bahwa dia adalah kita. Ketika ia telah menghafal Al-Qur’an, kita membayangkan dia adalah kita. Sebuah perasaan iri dan cemburu yang indah, bukan?

Ana pun sadar, untuk menjadi seperti dia beserta jalan yang ia tempuh adalah perjalanan yang telah terbukti membawanya selangkah di depan kita. Dia telah membuktikan kesuksesannya dengan caranya juga jalannya. Lantas, tak inginkah kita melakukan hal yang sama?

Untuk menjadi lebih baik, terkadang kita membutuhkan contoh dan teladan. Jika itu kita butuhkan, ana yakin di sekeliling kita banyak sekali orang yang sukses dengan cara dan perjalanannya. Lantas, apa lagi yang membuatmu beralasan mengatakan tidak bisa?

Antum tahu? Mempelajari bagaimana seseorang selangkah di depan kita adalah bagian dari iri dan cemburu yang baik. Namun adakalanya, pandangan kita menerjemahkan sebuah arti jika kau memahaminya. Sebab, ada satu alasan mutlak yang mungkin kita tidak tahu. Alasan yang akan membuat kita merenung. Alasan itu adalah ‘dia bukan diri kita’.

Antum tahu? Kita pun punya jalan yang berbeda. Keistimewaan yang ada di dalam diri kita belum tentu dimiliki oleh orang lain. Namun, yang sadar akan kelebihan antum terkadang orang lain. Lantas, mengapa kita tidak mencari jawabannya?

Jalan kita sudah terbentang. Mereka selangkah lebih maju dibanding dengan diri kita sebab cara yang mereka tempuh sama dengan apa yang Allah gariskan. Selain itu, perjalanan mereka pun sama dengan apa yang Allah gariskan. Ana melihat, mereka hanya seperti anak-anak yang dituntun oleh seorang ayah untuk menuju kesuksesannya. Ayah hanya menjadi penuntun, namun langkah tetaplah langkah miliknya. Saat itulah, kita bebas untuk memilih, mengikuti ayah berjalan atau mencari jalan lain?

Jalan itu sudah terbentang, bukan? Kita hanya perlu mencarinya. Kita pun bisa mensejajarkan diri dengan seseorang yang lebih dulu melangkah dibanding dengan kita. Hanya saja, cara kita melangkah mungkin tidak sama dengan dia. Mungkin cara melangkah kita berbeda dengan cara dia melangkah.

Jujur, ana tidak sedang membicarakan orang lain. Ana hanya membicarakan tentang kita. Ya, tentang kita.

Cobalah lihat kupu-kupu indah di luar sana. Indah, bukan? Namun, antum tahu? Adakalanya sebelum berproses menjadi seekor kupu-kupu dia adalah mahluk yang mempunyai keterbatasan. Ia adalah mahluk yang mempunyai kekurangan. Lantas, ia tak menyerah. Ia bersujud dalam-dalam, ia bekarya dalam diam. Ia bertafakkur tentang dirinya, mencari-cari apa kelebihan yang diberikan Allah kepadanya. Dalam gelap lagi sunyi, ia memohon kepada Allah untuk membukakan jalan terbaik agar bisa berproses menjadi lebih baik. Selangkah demi selangkah, ia berubah menjadi kepompong. Awal sebuah proses untuk menjadi lebih baik.

Dan ketika ia telah menemukan jawaban dari sujud-sujudnya, dari tafakkurnya dan dari pencarian jati dirinya yang telah Allah berikan, barulah ia terbangun dan tersadar, bahwa Allah telah membukakan dunia baru dengan cahaya yang lebih indah. Berubah menjadi kupu-kupu.

Begitupun tentang kita. Kita adalah diri kita, bukan orang lain. Kita adalah kita, seseorang yang memiliki banyak sekali kekurangan namun Allah telah menyisipkan kelebihan. Kita adalah kita, seseorang yang berada dijurang keterbatasan, namun Allah telah menyisipkan jalan penyebrangan untuk melaluinya.

Jadi, kita boleh saja ingin melangkah seperti apa yang orang lain lakukan. Namun, kita harus paham, andai itu terjadi, yang melangkah itu bukan kita, tetapi orang lain meski langkah tersebut adalah langkah kita. Bukankah begitu?

Berproseslah sebagaimana ulat merubah dirinya menjadi lebih baik! Berproseslah dengan cara kita yang telah Allah tunjukan. Bisa jadi, Allah menyisipkan langkah kedepan dengan kemampuan yang kita miliki atau dengan apapun yang tidak kita sadari. Tentu saja, hal itu sudah ada di depan kita. Jalan kita. Tentang kita.

Kita adalah kita, bukan orang lain. Berproseslah dengan cara kita berproses! Melangkahlah dengan cara kita melangkah! Terbanglah dengan cara kita terbang! Boleh kita melihat bagaimana kupu-kupu yang telah berproses, boleh kita melihat bagaimana bisa orang lain selangkah di depan kita dan boleh kita melihat burung yang telah terbang, namun yakinilah bahwa cara kita berproses, cara kita melangkah, dan cara kita untuk terbang lahir atas dasar keyakinan diri sendiri bahwa jalan inilah jalan kita. Ya, jalan yang telah Allah tuntun untuk kita. Jalan itu adalah jalan kita.

Juga… Tentang Kita…

 

Markaz Qur'an Utrujah, 7 Ramadhan 1436 H

-Ibnu SitTa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar