اْلاِبْتِعَادُعَنِ اْلأَخْلاَقُ اْلمَذْمُوْمَةُ
AKHLAK TERCELA
Ta’rif Akhlak
Akhlak adalah situasi hati yang mantap, yang
muncul ke permukaan dari individu muslim dengan reflek tanpa dipertimbangkan.
Apabila situasi hati itu menimbulkan amal perbuatan yang baik dan terpuji
menurut akal dan agama, ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang timbul
darinya adalah amal perbuatan yang buruk, berarti situasi yang menjadi
sumbernya adalah situasi hati atau akhlak yang buruk.
Di antara akhlak yang buruk tersebut adalah
kesombongan (al-kibr).
Apakah kibr
itu? Ia adalah perasaan yang cenderung memandang diri lebih dari orang lain dan
meremehkannya. Kesombongan memerlukan adanya orang yang disombongi dan hal-hal
yang dipergunakan untuk menyombongkan diri.
Meskipun demikian, seseorang yang menganggap dirinya
besar tidak serta merta disebut sombong. Sebab ada kalanya seseorang meganggap
dirinya besar akan tetapi ia memandang orang lain sejajar dengannya, atau
bahkan lebih besar daripada dirinya. Demikian juga, seseorang yang menganggap
orang lain rendah tidak serta merta pasti orang sombong, sebab bisa jadi ia
memandang dirinya sejajar dengannya atau bahkan lebih rendah.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang mencela sikap sombong
* Kemudian
Kami katakan kepada malaikat,”Bersujudlah kalian kepada Adam.” Mereka pun
bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk yang bersujud, Allah
berfirman,”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam ketika Aku
menyuruhmu?” Iblis menjawab, “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan ia Engkau ciptakan
dari tanah.” Allah berfirman, “Turunlah kamu dari surga, karena kamu tidak
sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya.” Maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk
orang-orang yang hina.” (Al-A’raf/7:
11-13)
* Aku akan
memalingkan orang-orang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang
benar dari tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-Ku, tidak
beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk,
maka tidak mau menempuhnya. Tetapi jika mereka melihat jalan keksesatan, mereka
terus menempuhnya.Yang demikian itu karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami,
dan mereka selalu melalaikannya. (Al-A’raf/7: 146)
* Dan Tuhanmu
berfirman, “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam
dalam keadaan hina dina.” (Al-Mukmin/40:
60)
Rasulullah saw. bersabda,
لاَ يَدْخًلً اْلجَنَّةَ مَنْ كَانَ
ِفيْ قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ . رواه
مسلم
Tidak akan masuk surga orang yang di dalam
hatinya terdapat sebesar biji sawi kesombongan. (HR. Muslim)
Dari Abu Hurarirah ra., dari Nabi saw., Allah swt. berfirman,
Kesombongan adalah kain selendang-Ku, kebesaran-Ku. Pada salah satu dari
keduanya niscaya Aku akan menyiksamu di dalam neraka jahanam, dan Aku tidak
mempedulikannya. (HR
Muslim).
Nabi saw. bersabda, Orang-orang sombong akan dikumpulkan pada hari
kiamat dalam bentuk semut yang diinjak-injak ummat manusia karena penghinaan
mereka kepada Allah. (HR.
Al-Bazzar).
Bahaya
Takabbur
Dari ayat-ayat dan Hadits di atas dapatlah diketahui
bahwa akibat dan bahaya takabbur banyak sekali. Betapa tidak, sedangkan Nabi saw
telah menjelaskan bahwa orang yang di dalam hatinya ada kesombongan walaupun
kecil, tidak akan masuk surga. Hal ini karena sikap sombong menjadi tabir
antara seorang hamba dengan akhlak orang yang beriman seluruhnya. Sedangkan
akhlak tersebut merupakan pintu-pintu masuk surga. Dan kesombongan telah
menutup pinut-pintu itu seluruhnya. Sebab oirang yang sombong tidak dapat
mencintai orang beriman yang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, tidak
dapat berlaku tawadhu’, padahal tawadhu’ merupakan pangkal akhlak orang beriman
yang bertakwa. Ia tidak dapat terus-menerus menjaga kejujuran, tidak dapat
meninggalkan rasa dendam, marah, dan dengki; tidak dapat memberi nasehat orang
lain; selalu menghina orang dan menggunjingnya.
Sikap sombong inilah yang merupakan dosa pertama iblis yang dipergunakan untuk durhaka kepada
Allah. Akibatnya ia diusir dari jannah, kemudian timbul dendam kepada Adam a.s.
Seburuk-buruk kesombongan adalah kesombongan yang dapat
menghalangi pelakunya untuk mendapatkan
manfaat ilmu dan mengahalangi pelakunya untuk menerima kebenaran dari orang
lain dan tunduk kepada kebenaran Oleh karena itu Rasulullah saw menjelaskan kesombongan dengan
dua macam bahaya ini ketika beliau ditanya oleh Tsabit bin Qais. Ia berkata,
“Wahai Rasulullah, saya adalah orang yang suka keindahansebagaimana Engkau
lihat. Apakah itu trmasuk sombong?” Nabi amenjawab, “Tidak. Akan tetapi
kesombongsan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR Muslim).
Jadi setiap yang memandang dirinya lebih baik daripada orang
lain dan menghinanya serta memandangnya dengan sinis, atau menolak kebenaran
padahal ia mengetahuinya, maka ia telah sombong dan merebut hak-hak Allah.
Faktor-Faktor
Penyebab Kesombongan
Ada
beberapa sebab yang dapat menimbulkan kesombongan, Ada yang bersifat keagamaan seperti ilmu dan
amal, dan ada yang bersifat keduniaan seperti
nasab, ketampanan, kekayaan, dan banyaknya pendukung.
1.
Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan dapat dengan cepat
menjangkiti orang menjadi sombong.
Seseorang merasa dalam dirinya terdapat kesempurnaan ilmu, lalu merasa
dirinya hebat, menganggap orang lain bodoh. Kesombongan karena ilmu disebabkan
dua hal: pertama, karena menekuni sesuatu yang disebut ilmu, padahal
sebenarnya bukan. Sebab ilmu yang hakiki dapat untuk mengenal Tuhannya,
dan dapat mengenalkan berbagai hal ketika berurusan dengan Allah. Ilmu yang
benar dapat menimbulkan rasa takut dan tawadhu’, bukan sebaliknya. Seperti
dalam firman Allah,“Sesungguhnya
yang takut pada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’” (QS Fathir/35: 28)
Kedua, menggeluti ilmu dengan
batin yang kotor, jiwa yang rendah dan akhlak yang buruk. Seseorang
tidak lebih dahulu melakukan tazkiatun nafs, menekuni pensucian jiwa dan
pembersihan hatinya dengan berbagai macam mujahadah, dan tidak menempa jiwanya
dengan ibadah. Akibatnya, ilmu yang ditekuninya tidak membawa bekas kebaikan.
Cara mengatasinya. Kesombongan
karena ilmu dapat diilaj dengan mengetahui bahwa keutamaan ilmu itu
hanyalah dengan disertai niat yang baik dan mengamalkannya serta menyebarluaskannya
karena Allah tanpa menmgharapkan manfaat dari manusia. Jika tidak demikian akan
menyebabkan seorang yang berilmu lebih rendah martabatnya daripada orang yang
bodoh.
Dari Usamah bin Zaid r.a., ia
berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Akan ada orang yang dibawa
pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka sehingga isi perutnya keluar,
lalu ia berputar-putar seperti keledai berputar-putar dalam penggilingan.
Kemudia para ahli neraka mengelilinginya dan berkata, ‘Hai Fulan, mengapa kamu
(demikian), bukankah kamu (dahulu) memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang
mungkar?’ Ia menjawab, ‘Ya, saya dahulu saya memerintahkan yang ma’ruf, namun
saya tidak mengerjakannya, dan saya mencegah yang mungkar, namun saya
mengerjakannya’” (HR Muslim).
2. Amal dan Ibadah
Ahli ibadah kadang-kadang menyombongkan diri atas
orang-orang lain, terhadap orang yang tidak melakukan amal ibadah seperti yang
dilakukannya. Sikap seperti ini adalah sebuah kebodohan.
Cara mengatasinya adalah dengan memahami bahwa keutamaan
ibadah itu jika diterima oleh Allah. Dan diterimanya ibadah itu jika telah
memenuhi syarat-syarat dan rukunnya, serta menjauhi apa saja yang dapat
merusaknya.Tentunya juga tetap disertai dengan niat ikhlas, taqwa dan terjaga
dari hal-hal yang dapat merusakkannya. Allah berfirman, “Maka janganlah kamu
menganggap suci dirimu sendiri. Dia lebih mengetahui orang yang bertaqwa” (QSAn-Najm/ : 32). Ayat ini mengisyaratkan bahwa
pensucian jiwa itu hanya dengan taqwa. “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal
ibadah) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Maidah/5:27).
Ketiga, Keturunan dan Nasab. Tidak sedikit
kasus orang-orang yang membanggakan diri hanya karena keturuna atau nasab. Ungkapan mereka “siapa
kamu” atau “siapa orang tuamu”, “aku keturunan si anu” dan “lancang sekali kamu
berani bicara denganku” adalah contohnya.
Untuk mengatasi sikap demikian dapat memperhatikan wasiat
Rasulullah sebagai berikut:
Telah diriwayatkan Abu Dzar r.a..Ia berkata, “Saya pernah
mengejek seseorang di sisi Nabi saw. Saya berkata kepadanya, ‘Hai, anak si
wanita hitam!’ Kemudian Nabi saw. marah dan bersabda, ‘Hai, Abu Dzar! Tidak ada
kelebihan bagi anak perempuan berkulit putih atas anak perempuan berkulit
hitam’. ‘Lalu saya berbaring dan berkata kepada orang tersebut, ‘Berdirilah dan
injaklah pipiku!’” (HR Ibnul Mubarak).
Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana Abu Dzar
menyadari kekeliruannya, yakni sombong,
dan kesiapan menerima balasan (hukuman) langung dari orang yang
bersangkutan. Ia mengetahui bahwa kesombongan akan membawa kehinaan.
Nabi saw. bersabda, “Jika hari kiamat trelah tiba, Allah
menyuruh seseorang untuk berseru, ‘Ketahuilah bahwa Aku (Allah) telah
menjadikan nasab (yang mulia) dan kamu menjadikan nasab yang lain. Aku telah
menjadikan yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertaqwa. Lalu
kamu enggan (menerimanya), bahkan mengatakan, ‘Si Fulan anak si Fulan lebih
baik daripada si Fulan anak si Fulan’. Maka Saya mengangkat nasab
(ketetapan)-Ku dan Aku merendahkan nasab (ketetapanmu)’” (HR Baihaqi dan
Thabrani).
Keempat, Kecantikan atau Ketampanan.
Ini banyak terjadi pada kaum wanita. Karena kecantikannya
menadi sombong dan mencela orang lain, dan menyebut-nyebut cacat
(kekurangannya).
Untuk mengatasi hal ini dengan memperhatikan aspek batin
dan jangan memandang lahiriahnya. Sebab secara lahiriah, manusia pada umumnya
sama saja. Misalnya perut ada tahinya, hidung dan telinga ada kotorannya,
keringatnya berbau, dll. Dengan cara
demikian ini, kita dapat mengetahui berbagai keburukan manusia yang
diciptakan dari sesuatu yang menjijikkan, kemudian mati dan menjadi bangkai.
Kecantikan dan ketampanan tidaklah kekal. Ia dapat rusak dan hilang setiap saat
karena sakit atau sebab lainnya.
Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat
bentuk (lahiriah)-mu, tetapi melihat hatimu” (HR )
Kelima, Harta Kekayaan.
Ini biasanya mengenai orang-orang yang kaya (aghniya’).
Kelebihan dalam kekayaan atau materi, seperti rumah, kendaraan, pakaian, dan
harta benda yang lain menyebabkan 0rang kaya menghina yang miskin.
Cara mengatasi hal ini dengan merenungkan hakikat
kekayaan. Nabi bersabda, “Kekayaan itu bukanlah banyaknya harta benda, akan
tetapi kekayaan itu adalah kaya jiwa” (HR ).
Keenam, Banyaknya Pengikut dan Kekuasaan.
Ini biasanya mengenai para pemimpin dan para tokoh.
Kedudukan (kekuasaan) berkait erat dengan banyak pengikut atau pendukung.
Keduanya sering menjadikan seseorang trjatuh dalam kesombongan.
Untuk mengatasi kedua sebab kesombongan itu adalah dengan
memahami keberadaannya. Takabbur karena dua hal tersebut merupakan kesombongan
yang paling buruk, karena sombong dengan sesuatu yang di luar dzat manusia.
Seseorang memilikinya hanya sebagai pinjaman yang dapat diambil kembali oleh
pemiliknya dengan cepat. Andaikata keduanya telah dicabut, maka bisa jadi orang
trsebut akan menjadi yang paling rendah dan hina.
Layak kiranya bagi orang yang budiman untuk menghadap
Yang Kekal, yang tidak akan hilang, dan memikirkan firman Allah berikut.
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia,
sedangkan amalan-amalan yang kekal lagi shaleh adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan (QS Al-Kahfi/18:46).
“Katakanlah, “Ya, Allah Penguasa segala penguasa, Engkau brikan kekuasaan kepada yang Kau kehendaki,
dan Engkau cabut dari siapa yang Kau kehendaki; Engkau muliakan siapa yang Kau kehendaki, dan Engkau
hinakan siapa yang Kau kehendaki dengan kaikan kekuasaan-Mu. Sesungguhnya
Engkau maha kuasa atas segala sesuatu’” (QS Ali Imran/3:26)
Ketujuh, Kekuatan Fisik dan Keperkasaan.
Orang-orang yang badannya besar, kekar dan perkasa sering
terlalu membanggakannya sehinga terperosok pada kesombongan. Mereka merasa kuat
dan tak terkalahkan.
Untuk menghilangkan (mengilaj) kesombongan ini
dengan mengetahui dan menyadari bahwa kekuatan fisik bukanlah hakikan kemuliaan
yang sesungguhnya; ia tidak kekal dan dapat hilang dengan mudahnya. Misalnya
orang yang sangat kuat dan perkasa bisa menjadi lumpuh karena struk. Atau akan
menjadi lemah setelah terkena irus HIV. Jadi tidaklah layak menyombongkan diri
hanya karena kelebihan fisik dan keperkasaan.
Kesimpulan
1. Takabbur adalah rasa senang dan cenderung memandang dirinya
melebihi orang lain dan meremehkannya.
2. Hal-hal yang menyebabkan kesombongan adalah: ilmu, amal, ketmpanan/kecantikan,
keturuna dan nasab, harta kekayaan, kekuatan fisik dan keperkasaan, kekuasaan
dan banyaknya pengikut/pendukung.
3. Akibat kesombongan adalah timbulnya perilaku tercela. Misalnya
tidak dpat mencintai saudara seiman sebagaimana mencintai dirinya sendiri,
tidak dapat berlaku tawadhu’, tidak dapat menjaga kejujuran, tidak dapat
menjahui rasa dendam, marah dan dengki, tidak dpat bersikap lemah lembut, tidak
mau menerima nasihat orang lain, suka menghina orang lain, dan sebaginya.
4. Bahaya kesombongan yang paling buruk adalah menghalangi
pelakunya dari mengambil manfaat ilmu, dan menolak kebenaran yang disampaikan
orang lain. Dan akhirnya dapat menghalangi pelakunya masuk surga.
Maraji’
1.
An-Nawawy, Riyadhus-Shalihin.
2.
Said Hawa. 1999. Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press.
3.
Qoyyim, Al-Jauziyah. 1998. Pendakian
Menuju Allah SWT. Jakarta;
Al-Kautsar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar