Banyak perubahan
yang terjadi dari kondisi sebelumnya dinegeri kita tercinta ini. Seperti adanya
pemimpin yang berasal dari kalangan biasa atau sering kita sebut dengan kaum
pribumi. Dimana dia tidak tahu sama sekali soal pemerintahan dan kepemimpinan,
sehingga ketika ada orang Barat memerintah untuk berbuat buruk maka dia akan
siap-sedia mentaati perintah tercela tersebut. Kemudian ada pemimpin yang
menerapkan undang-undang atau peraturan
yang tidak sesuai dengan negeri kita yang mayoritas islami.
Berkata
kepemimpinan, sama halnya dengan kata khalifah dalam ajaran islami. Yang
memiliki makna kata menurut etimologi yaitu “pengganti”, namun secara
umum makna kata tersebut lebih dikenal sebagai “ pemimpin tertinggi dalam
pemerintahan Islam apabila suatu negara Islam”.
Kita teringat beberapa abad yang lalu ketika kepemimpinan diemban oleh suri
tauladan umat islami yakni Baginda Nabi Muhammad SAW wafat.
Para sahabat dekat dan umat islami ketika itu ridhwanullahi ‘alaihim
yang ada disekitar beliau telah bersepakat akan pentingnya kepemimpinan dan
seorang pemimpin di antara mereka hingga menunda penguburan jenazah Nabi SAW
selama dua malam, padahal menguburkan jenazah beliau adalah sebuah kewajiban. Terjadilah
debat dan musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar hingga akhirnya mereka
sepakat untuk mengangkat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin dan
mengemban tampuk kepemimpinan sepeninggal Rasulullah SAW[1].
Dengan demikian, jelaslah bahwa kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting
sekaligus pilar bagi sebuah negara.
Imam Ahmad, salah
satu Imam besar Fiqih yang masyhur di kalangan umat islami mengatakan dalam
kitabnya yang bernama Musnad Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda :
“sesungguhnya makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah seorang pemimpin
(khalifah) yang adil. Sebaliknya, makhluk yang paling dibenci Allah adalah
seorang pemimpin (khalifah) yang zalim.”
Dari perkataan
ini, kalau kita menerawang ke belakang betapa rusaknya negeri ini. Korupsi di
mana-mana, mulai dari yang berpangkat kecil sampai yang duduk di kursi
pemerintahan dan kepemimpinan. Khalifah ketiga umat islam, Ali bin Abi Thalib
berkata : “manusia harus mempunyai pemimpin, entah yang baik atau pun yang
buruk.” Kemudian ada yang menimpali : “wahai Amirul Mu’minin, kalau yang baik
kami sudah mengetahuinya. Akan tetapi, bagaimana dengan pemimpin yang zalim ?”
sahabat Ali menjawab : “asal dia tetap menjalankan hudud[2],
mengamankan jalan-jalan umum, berjihad melawan musuh dan membagikan harta fa’i[3] [4].
Akan tetapi, jika kita fikir-fikir bukankah aneh ? saat ini saja kita tidak
hidup di bawah seorang pemimpin yang sistem pemerintahannya benar-benar islami, yang
baik atau pun buruk seakan tercampur hingga menjadi syubhat, hudud sudah dibiarkan
dan jalan-jalan umum terkadang tidak lagi aman.
Sekarang,
saatnyalah bagi kita yang masih memiliki niat dan kemauan kuat. Bagi kita
jiwa-jiwa muda yang tak ingin memiliki seorang pemimpin yang nantinya tidak
mampu membawa negara atau mengemban amanah kepemimpinan ke arah yang positif.
Hendaknyalah bagi kita memiiki ilmu yang bermanfaat sehingga nantinya kita
mampu membina anak-anak kita dengan islam yang rahmatan lil ‘alamin,
dengan keberanian melawan keburukan. Mari kita nasehati mereka dengan prinsip-prinsip
yang mulia yang menjadi penunjuk jalan hingga menjadi anak yang berakhlaq
islami.
Ada
satu kisah menarik yang berhubungan dengan tampuk pemerintahan dan pengalaman
mengemban kepemimpinan yang sangat menakjubkan untuk kita ambil pelajarannya. Khalifah
‘Umar bin ‘Abdul ‘Azis. Sosok
Umar bin Abdul Aziz bukanlah tipe manusia yang berambisi untuk menjadi
pemimpin, apalagi mengejarnya. “Demi Allah, ini sama sekali bukanlah atas
permintaanku, baik secara rahasia ataupun terang-terangan,” ujar Umar sesaat
setelah beliau di lantik. Di zamannya
ketika itu hampir seluruh rakyatnya makmur dan sejahtera. Bagaimana tidak, ketika
dikisahkan bahwa ada seseorang yang ingin berzakat (berinfaq) kepada seseorang
yang lain namun ditolaknya dengan halus. Mengapa ? ya, itu semua karena hampir
seluruh rakyat di bawah tampuk kepemimpinan Khalifah ‘Umar telah menjadi kaya atau hampir tercukupi kebutuhannya.
Mungkin kisah
kepemimpinan yang demikian bisa jadi hanyalah kisah terakhir yang tertorehkan
dimasa lalu sampai sekarang. Satu banding seribu, itulah ungkapan yang pas dan
cocok dalam hal tersebut. Dimana pada masa-masa sekarang banyak pemimpin yang
ketika melihat keburukan dan kerusakan di depannya tidak segera menindak
lanjuti hal negatif tersebut.
Jika kata-kata dan
kalimat ini ada yang benar, tiada lain hal itu berasal dari Allah. Sebaliknya,
jika kata-kata dan kalimat ini terdapat kesalahan, tentu itu semua dari diri
pribadi dan setan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar