Selasa, 18 Maret 2014

Satu Banding Seribu

       Sungguh, betapa sedihnya ketika kita melihat orang Barat dan kafir berhasil menghancurkan dan mengobok-obok negara kita melalui tangan para pemimpin kita. Disaat yang sama juga kita dipaksa untuk memikul dosa besar dan problem yang dahsyat. Dosa besar yang jelas-jelas nampak di depan kita. Problem dahsyat yang tak pernah kunjung usai dari tahun ke tahun. Seakan, anak cucu kita juga harus siap menerima dosa dan problem itu.
            Banyak perubahan yang terjadi dari kondisi sebelumnya dinegeri kita tercinta ini. Seperti adanya pemimpin yang berasal dari kalangan biasa atau sering kita sebut dengan kaum pribumi. Dimana dia tidak tahu sama sekali soal pemerintahan dan kepemimpinan, sehingga ketika ada orang Barat memerintah untuk berbuat buruk maka dia akan siap-sedia mentaati perintah tercela tersebut. Kemudian ada pemimpin yang menerapkan undang-undang atau peraturan  yang tidak sesuai dengan negeri kita yang mayoritas islami.
              Berkata kepemimpinan, sama halnya dengan kata khalifah dalam ajaran islami. Yang memiliki makna kata menurut etimologi yaitu “pengganti”, namun secara umum makna kata tersebut lebih dikenal sebagai “ pemimpin tertinggi dalam pemerintahan Islam apabila suatu negara Islam”. Kita teringat beberapa abad yang lalu ketika kepemimpinan diemban oleh suri tauladan umat islami yakni Baginda Nabi Muhammad SAW wafat.
Para sahabat dekat dan umat islami ketika itu ridhwanullahi ‘alaihim yang ada disekitar beliau telah bersepakat akan pentingnya kepemimpinan dan seorang pemimpin di antara mereka hingga menunda penguburan jenazah Nabi SAW selama dua malam, padahal menguburkan jenazah beliau adalah sebuah kewajiban. Terjadilah debat dan musyawarah antara kaum Muhajirin dan Anshar hingga akhirnya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu sebagai pemimpin dan mengemban tampuk kepemimpinan sepeninggal Rasulullah SAW[1]. Dengan demikian, jelaslah bahwa kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting sekaligus pilar bagi sebuah negara.
            Imam Ahmad, salah satu Imam besar Fiqih yang masyhur di kalangan umat islami mengatakan dalam kitabnya yang bernama Musnad Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda : “sesungguhnya makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah seorang pemimpin (khalifah) yang adil. Sebaliknya, makhluk yang paling dibenci Allah adalah seorang pemimpin (khalifah) yang zalim.”
            Dari perkataan ini, kalau kita menerawang ke belakang betapa rusaknya negeri ini. Korupsi di mana-mana, mulai dari yang berpangkat kecil sampai yang duduk di kursi pemerintahan dan kepemimpinan. Khalifah ketiga umat islam, Ali bin Abi Thalib berkata : “manusia harus mempunyai pemimpin, entah yang baik atau pun yang buruk.” Kemudian ada yang menimpali : “wahai Amirul Mu’minin, kalau yang baik kami sudah mengetahuinya. Akan tetapi, bagaimana dengan pemimpin yang zalim ?” sahabat Ali menjawab : “asal dia tetap menjalankan hudud[2], mengamankan jalan-jalan umum, berjihad melawan musuh dan membagikan harta fa’i[3] [4]. Akan tetapi, jika kita fikir-fikir bukankah aneh ? saat ini saja kita tidak hidup di bawah seorang pemimpin yang sistem pemerintahannya benar-benar islami, yang baik atau pun buruk seakan tercampur hingga menjadi syubhat, hudud sudah dibiarkan dan jalan-jalan umum terkadang tidak lagi aman.
            Sekarang, saatnyalah bagi kita yang masih memiliki niat dan kemauan kuat. Bagi kita jiwa-jiwa muda yang tak ingin memiliki seorang pemimpin yang nantinya tidak mampu membawa negara atau mengemban amanah kepemimpinan ke arah yang positif. Hendaknyalah bagi kita memiiki ilmu yang bermanfaat sehingga nantinya kita mampu membina anak-anak kita dengan islam yang rahmatan lil ‘alamin, dengan keberanian melawan keburukan. Mari kita nasehati mereka dengan prinsip-prinsip yang mulia yang menjadi penunjuk jalan hingga menjadi anak yang berakhlaq islami.
            Ada satu kisah menarik yang berhubungan dengan tampuk pemerintahan dan pengalaman mengemban kepemimpinan yang sangat menakjubkan untuk kita ambil pelajarannya. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azis. Sosok Umar bin Abdul Aziz bukanlah tipe manusia yang berambisi untuk menjadi pemimpin, apalagi mengejarnya. “Demi Allah, ini sama sekali bukanlah atas permintaanku, baik secara rahasia ataupun terang-terangan,” ujar Umar sesaat setelah beliau di lantik. Di zamannya ketika itu hampir seluruh rakyatnya makmur dan sejahtera. Bagaimana tidak, ketika dikisahkan bahwa ada seseorang yang ingin berzakat (berinfaq) kepada seseorang yang lain namun ditolaknya dengan halus. Mengapa ? ya, itu semua karena hampir seluruh rakyat di bawah tampuk kepemimpinan Khalifah ‘Umar telah menjadi kaya atau hampir tercukupi kebutuhannya.
            Mungkin kisah kepemimpinan yang demikian bisa jadi hanyalah kisah terakhir yang tertorehkan dimasa lalu sampai sekarang. Satu banding seribu, itulah ungkapan yang pas dan cocok dalam hal tersebut. Dimana pada masa-masa sekarang banyak pemimpin yang ketika melihat keburukan dan kerusakan di depannya tidak segera menindak lanjuti hal negatif tersebut.
            Jika kata-kata dan kalimat ini ada yang benar, tiada lain hal itu berasal dari Allah. Sebaliknya, jika kata-kata dan kalimat ini terdapat kesalahan, tentu itu semua dari diri pribadi dan setan. 




[1] Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad, Syaikh Shafiyyurrahman al Mubarakfuri hal 702-703
[2] Menjalankan perintah Nya dan meninggalkan larangan Nya.
[3] Fa’i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin tanpa peperangan.
[4] Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al Fatawa jilid 28 hal 297

Tidak ada komentar:

Posting Komentar