Senin, 09 Februari 2015

Valentine; Strategi Jajah Muslim Paling Murah (1)

Pertengahan bulan Januari hiasan warna pink sudah merebak kemana-mana mulai dari pusat-pusat perbelanjaan, cafe, toko buku, majalah, TV dan pusat-pusat hiburan lain. Di sekolah-sekolah para remaja pun asyik meren­canakan acara malam Valentine’s Day 14 Februari, yang mereka kenal sebagai hari kasih sayang.

Seolah menjadi keharusan bagi remaja untuk mengikuti acara tersebut, bahkan ada sebuah pandangan tidak meng­ikutinya adalah “kuper” Dan tak jarang juga orang tua yang justru mensupport melepaskan putra­-putrinya untuk mengikuti acara tersebut dengan alasan supaya mereka lebih bergaul dengan sesamanya. Dan menganggap Valentine’s Day sama dengan Hari Ibu, Hari Pahlawan atau Hari Kartini. Sebuah peringatan yang tidak mempunyai muatan religius. Benarkah demikian?

Apa sesungguhnya Valentine itu? Dari mana budaya ini berasal? Bagaimana hukumnya bagi seorang muslim mengikuti budaya ini?

Sejarah Valentine’s Day

Valentine’s Day adalah ber­asal dari budaya Barat. Siapa Valentine? Tidak ada kepastian siapakah, bahkan sejarah pastinya pun tidak jelas. Ada banyak versi tentang asal perayaan Hari Valen­tine, yang paling populer adalah kisah SantoValentinus yang hidup di masa Kaisar Claudius II dan kemudian menemui ajalnya pada 14 Februari 269.

Meskipun demikian para sejarawan barat tidak berbeda pendapat mengakui bahwa akar perayaan Valentine adalah berasal dari budaya pagan kuno, budaya kafir yang menyembah banyak dewa-dewi. Menurut budaya ini bulan Februari dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan.

Periode antara pertengahan Januari hingga pertengahan Februari dalam kalender Athena Kuno disebut sebagai bulan Gamelion, bulan suci mem­peringati pernikahan Dewa Zeus dan Hera. Sedangkan di Romawi Kuno, 15 Februari dikenal dengan hari raya Lupercalia, hari mem­peringati dewa Lupercus, sang dewa kesuburan.

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian yang berlangsung dari tanggal 13 – 18 Februari yang puncaknya adalah tanggal 15. Dua hari pertama (13 dan 14) dipersem­bahkan untuk Dewi Cinta (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata.

Pada hari tersebut para pemuda berkumpul dan meng­undi nama-nama gadis yang dikumpulkan dalam sebuah bejana. Tiap pemuda mengambil secara acak satu nama dan gadis yang namanya terambil akan menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bersenang-­senang dan menjadi objek hiburan sang pemuda yang memilihnya. Jika di antara mereka ada kecocokan maka mereka akan melanjutkannya ke pelaminan tapi kalau tidak, maka tahun berikutnya mereka bisa berganti pasangan.

Tanggal 15 Februari puncak peringatan dilakukan dengan cara mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa yang dilakukan oleh para pendeta pagan, dan kemudian mereka meminum anggur dan berlari-lari di jalan-jalan dalam kota sambil rnembawa potongan kulit domba dan menyentuhkan kepada siapapun yang dijumpai.

Saat itu, para wanita akan berjejer di sepanjang jalan berebut untuk diusap kulit kambing, mereka percaya bahwa sentuhan kulit kambing tersebut akan mem­bawa keberuntungan dan kesu­buran. Suatu acara yang sangat populer di masa itu. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar