Syahadatain yang terdiri dari syahadah
laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah mesti diucapkan, diyakini dan
diamalkan dengan baik. Ucapan laa ilaha
illa Allah menjadikan pengabdian hanya kepada Allah sahaja. Sikap kita kepada syahadah uluhiyah ini
adalah ikhlas menerima dan mengamalkan.
Sedangkan Muhammad Rasulullah dijadikan sebagai contoh yang hasanah dan
dijadikan sebagai ikutan kita.
Syahadatain mesti didasari kepada
mahabbah (cinta) yang kemudian menghasilkan redha kepada setiap yang
disuruhnya. Dari cinta dan redha ini
muncul iman yang kemudian akan mewarnai diri kita dan sekaligus merubah diri
kita dari segi iktiqodi, fikri, syu’uri dan suluki sehingga muncul pribadi
muslim yang mempunyai nilai.
1. Syahadatain.
Sarahan :
Dua kalimah syahadah merupakan keyakinan
yang tertanam di lubuk hati setiap muslim.
Tidak sekadar keluar dari mulut sahaja tetapi menuntut bukti dalam amal
perbuatan ia terdiri dari dua bahagian iaitu pengakuan bahawa tiada ilah selain
Allah dan pengakuan bahawa Muhammad Rasulullah.
Dalil :
·
Q.4:123,
Iman bukan merupakan angan-angan tetapi menuntut perbuatan yang mencerminkan
nilai-nilai iman tersebut.
·
Q.61:2-3,
Allah membenci orang yang beriman hanya dengan mulutnya sahaja.
·
Q.17:109,
orang mukmin sejati memiliki interaksi yang kuat dengan kitabullah sehingga
mengamalkan Islam.
·
Q.3:113,
diantara ahli kitab yang sungguh-sungguh mukmin selalu membaca kitabullah,
beramar ma’ruf dan nahi munkar, serta bersegera dalam kebaikan.
1.1. Pengakuan bahawa tiada ilah selain Allah.
Sarahan :
Merupakan bahagian pertama syahadatain
yang maknanya tiada yang boleh, sesuai atau wajib disembah kecuali hanya
Allah. Penyembahan yang benar terhadap
Allah melahirkan sikap ikhlas.
Dalil :
·
Q.21:25,
pengertian laa ilaha illa Allah adalah tiada yang diabdi selain Allah, lihat
pula 2:22-23, 16:36, pengertian laa ilaha illa Allah menuntut adanya
penghambaan secara menyeluruh kepada Allah dan pengingkaran kepada Thagut.
1.2. Pengakuan bahawa Muhammad Rasulullah.
Sarahan :
Bahagian kedua dari syahadatain adalah
menerima secara ikhlas dan senang hati Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Dengan penerimaan ini muncul kesediaan
menjadikan Rasulullah sebagai uswah.
Dalil :
·
Q.33:21,
3:31, Rasulullah SAW adalah teladan sekaligus uswah dalam kehidupan muslim.
·
Q.4:80,
4:64, seorang Rasul diutus untuk ditaati, maka penyelewengan terhadap perintah
Rasul adalah kemunafikan. Lihat 24:63,
8:24, kewajiban mukmin memenuhi seruan Allah dan Rasul dan tidak mentaati Rasul
membuat tertutupnya hati.
2. Cinta.
Sarahan :
Merupakan dasar
kesediaan seorang mukmin dalam mengamalkan kandungan syahadatain.
Dalil :
·
Q.2:165,
8:2, cinta sebagai landasan penerimaan syahadatain. Lihat pula hasiyyah sebelum ini.
3. Redha.
Sarahan :
Merupakan
hasil logik cinta mukmin kepada Allah dan Rasul.
Dalil :
·
Q.76:32,
redha sebagai realisasi cinta, lihat pada hasiyah A-6.
4. Iman.
Sarahan :
Syahadat muslim merupakan realisasi
imannya kepada Allah. Kelezatannya dapat
dicapai dengan adanya cinta dan redha kepada Allah, Rasul dan Islam.
Dalil :
·
Q.61:10-11,
syahadatain adalah realiti iman kepada Allah dan Rasul. 5:7, 2:285, perjanjian syahadat berhubungan
dengan keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari akhir
dan Qadha qadar.
5. Sibgah.
Sarahan :
Dengan keimanan yang benar maka perilaku
dan kehidupan mukmin diwarnai oleh Allah.
Fenomena nya adalah berubahnya seluruh aktiviti hidupnya menjadi ibadah
kepada Allah SWT.
Dalil :
·
Q.2:138,
sibgah merupakan keimanan kepada Allah yang sesungguhnya. Seluruh perilaku mukmin diwarnai oleh
syahadatain dan merupakan pengabdian kepada Allah.
6. Perubahan Menyeluruh.
Sarahan :
·
Syahadat
yang telah masuk ke dalam diri mukmin dan mewarnai hidupnya pasti melahirkan
perubahan yang menyeluruh yang mencakupi perubahan keyakinan, perubahan pemikiran,
perubahan perasaan dan perubahan tingkah laku.
·
Perubahan
keyakinan. Sebelum syahadatnya mungkin
dia berkeyakinan bahawa loyaliti dan ketaatan dapat diberikan kepada tanah air,
bangsa, masyarakat, seni, ilmu dan sebagainya, disamping mengabdi kepada Allah. Tetapi setelah bersyahadat ia melepaskan
semua itu dan hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang diabdi, ditaati
dan diminta pertolongan.
·
Perubahan
pemikiran. Sebelum meyakini syahadatnya
mungkin ia berfikir boleh menerima syariat, aturan hidup dan perundang-undangan
bersumber kepada adat istiadat datuk atau nenek moyang, pemikiran jahiliyah
dari ilmuwan dan filosof, hawa nafsu penguasa dan sebagainya. Setelah memahami akibat dari syahadatain maka
ia hanya mengikuti pola fikir Islam yang bersumber dari Allah dan RasulNya,
kemudian hasil ijtihad orang-orang mukmin yang sesuai dengan bimbingan Allah
dan Rasul.
·
Perubahan
perasaan. Sebelum memahami syahadatain
ini mungkin perasaannya yang berupa cinta, takut, benci, marah, sedih atau
senang ditentukan oleh situasi dan kondisi yang menimpa dirinya atau keadaan di
sekelilingnya. Misalnya ia senang dengan
mendapatkan keuntungan dari hasil usahanya, mendapat baju yang paling trendy,
mendapat profesi yang menguntungkan.
Sedih karena hilangnya kekayaan, merasa hina karena kemiskinan dan
sebagainya. Maka setelah menghayati
makna syahadatain tiada yang menyenangkan dan menyedihkan melainkan semua
terkait dengan kepentingan Allah dan RasulNya.
Maka ia sedih bila ada yang masuk kedalam kekufuran, sedih bila ada
muslim yang disakiti, sedih memikirkan nasib kaum muslimin sebagai ummat
Muhammad. Kemudian dia merasa senang
dengan kemajuan dakwah, kebangkitan ummat dan sebagainya.
·
Perubahan
tingkah laku. Sebelum mengerti kandungan
syahadatain mungkin tingkah laku seseorang mengikuti hawa nafsunya, menuruti
bagaimana kondisi lingkungan.
Berpakaian, bersikap, bergaul, mengisi waktu dengan kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah yang tidak ada tuntunannya dari Islam. Tetapi setelah mengerti syahadatain ini ia
berubah. Tingkah lakunya mencerminkan
akhlak Islam, pergaulannya mengikuti syariah, waktunya diisi dengan hal-hal
yang bermanfaat samada bagi dirinya maupun orang lain.
Dalil :
·
Perubahan
menyeluruh terjadi pada pribadi Ummar bin Khattab RA, Mus’ab bin Umair, Saad bin
Abi Waqqash dan para sahabat lainnya, ini merupakan bukti bahawa syahadatain
membawa perubahan pada diri yang mengucapkannya.
·
Contoh
ini terjadi pada tingkah laku Mus’ab bin Umair yang sebelum Islam merupakan
seseorang pemuda yang sangat dikenal ketampanannya di kota Mekkah. Setelah Islam ia menjadi mujahid dakwah,
ketika wafatnya ia hanya punya sehelai kain burdah untuk menutupi jasadnya yang
syahid. Bila kepalanya ditutup kakinya
terbuka dan bila kakinya ditutup maka kepalanya terbuka.
7. Kepribadian Yang Islami.
Sarahan :
Dengan adanya perubahan pada empat hal
diatas maka muslim memiliki kepribadian yang Islami. Pribadi ini mendasarkan keyakinan, bentuk
berfikir, emosi, sikap, pandangan, tingkah laku, pergaulan dan masalah apa
sahaja dengan dasar Islam.
Dalil :
·
Q.68:4,
akhlak pribadi yang Islami terdapat pada diri Rasulullah.
·
Hadits,
akhlak Rasul adalah akhlak Al-Qur’an.
8. Bernilai (disisi Allah).
Sarahan :
Tatkala seorang muslim telah memiliki
kepribadian Islami dengan utuh, maka ia akan memiliki nilai disisi Allah. Pribadi-pribadi ini dalam jumlah yang banyak
bergabung menjadi ummat. Bila ummat
Islam telah memiliki banyak pribadi seperti ini ia akan diperhitungkan oleh lawan-lawannya. Ummat seperti ini mampu membawa amanat
menegakkan khilafah Islamiyah.
Dalil :
·
Q.24:55,
janji Allah akan tegaknya khilafah.
·
Q.33:72,
amanah memikul dien dibebankan pada manusia tetapi hanya manusia yang pandai
dan tidak zalim dapat menerimanya.
Ringkasan Dalil :
Syahadatain :
·
Laa
ilaha illa Allah artinya “Tiada yang diabdikan selain Allah”, intinya ikhlas.
·
Muhammadurasulullah
artinya “Menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan”, intinya ittiba’
(mengikuti).
·
Wajib
cinta (mahabbah) redha, iman, membentuk sibghoh (2:138), menimbulkan perubahan
total (2:207-208) : dalam keyakinan
(6:19), dalam cara berfikir (50:37, 67:10), dalam perasaan/selera (24:26,
5:100), dalam tingkah laku (25:63).
·
Seluruhnya
itu membentuk kepribadian Islam (3:64), yang bernilai disisi Allah (5:27,
49:13).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar