Ketiga, setelah perkawinan Ismail yang kedua ini, Ibrahim datang lagi, namun tidak bisa bertemu dengan Ismail. Beliau bertanya kepada istri Ismail tentang keadaan mereka berdua. Jawaban istri Ismail adalah pujian kepada Allah. Lalu Ibrahim kembali lagi ke Palestina setelah titip pesan lewat istri Ismail, agar Ismail memperkokoh palang pintu rumahnya.
Keempat, pada kedatangan berikutnya, Ibrahim bisa bertemu dengan Ismail, yang saat itu Ismail sedang meraut anak panahnya di bawah sebuah pohon di dekat zam zam. Tatkala melihat kehadiran ayahnya, Ismail berbuat sebagaimana layaknya seorang anak yang lama tidak bersua bapaknya, dan Ibrahim juga berbuat layaknya seorang bapak yang lama tidak bersua anaknya. Pertemuan ini terjadi setelah sekian lama. Sebagai seorang ayah yang penuh rasa kasih sayang dan lemah lembut, sulit rasanya beliau juga menahan kesabaran untuk bersua anaknya. Begitu pula dengan Ismail, sebagai anak yang berbakti dan shaleh. Dengan adanya perjumpaan ini mereka berdua sepakat untuk membangun Ka’bah, meninggikan sendi-sendinya, dan Ibrahim memperkenankan manusia untuk berhaji sebagaimana yang diperintahkan Allah kepada beliau.
Dari perkawainanya dengan anak perempuan Mudhadh, Ismail dikaruniai anak oleh Allah sebanyak dua belas, semuanya laki-laki, yaitu: Nabat atau Nabayuth, Qaidar, Adba’il, Mibsyam, Misyma’, Duma, Misya, Hadad, Taima’, Yathur, Nafis dan Qaiduman.Dari mereka inilah kemudian berkembang menjadi dua belas kabilah, yang semuanya menetap di Mekkah untuk sekian lama. Mata pencaharian utama mereka adalah berdagang di negeri Yaman hingga ke negeri Syam dan Mesir. Selanjutnya kabilah-kabilah ini menyebar di berbagai penjuru Jazirah, bahkan keluar Jazirah. Seiring dengan perjalanan waktu, keadaan mereka tidak lagi terdeteksi, kecuali anak keturunan Nabat dan Qaidar.
Peradaban anak keturunan Nabat bersinar di Hijaz utara. Mereka mampu mendirikan pemerintahan yang kuat yang berpusat di Petra, sebuah kota kuno yang terkenal di selatan Yordania. Kekuasaan Nabat ini telah mecapai wilayah-wilayah terdekat dengan tidak seorang pun berani memusuhi mereka hingga datang pasukan Romawi yang menghabisi mereka.
Setelah melakukan penyelidikan dan penelitian yang akurat, As-Sayyid Sulaiman An-Nadawi menegaskan bahwa raja-raja keturunan Ghassan, termasuk Aus dan Khazraj, bukan berasal dari keturunan Qathan, tetapi dari keturunan Nabat, anak Ismail dan keturunan mereka di negeri tersebut.
Sementara itu, anak keturunan Qidar bin Ismail tetap tinggal di Mekkah dan membina keluarga di sana hingga mendapatkan keturunan, Adnan dan anaknya, Ma’ad. Dari dialah keturunan Arab Adnaniyah masih bisa dipertahankan keberadaannya. Adnan adalah kakek ke-22 dalam silsilah keturunan Nabi SAW. Disebutkan bahwa jika beliau menyebutkan nasabnya dan sampai kepada Adnan, maka beliau berhenti dan bersabda, “Para ahli silsilah nasab banyak yang berdusta.” Beliau tidak melanjutkannya.
Segolongan ulama membolehkan penyebutan nasab dari Adnan ke atas, dengan berlandaskan kepada hadis yang mengisyratkan hal itu. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai rincian nasab dengan perbedaan yang tidak mungkin untuk dikompromikan. Adapun peneliti senior Allamah al-Qadhi Muhammad Sulaiman Al-Manshurfuri menguatkan pendapat Ibnu Sa’ad –sebagaimana yang disebutkan pula oleh Ath-Thabari, Al-Mas’udi dan selain mereka di sejumlah tempat- bahwa antara Adnan sampai Ibrahim ada empat puluh keturunan. Ini menurut penelitian yang cukup mendalam.
@Sumber: Sirah Nabawiyah/Karya: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar