وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ، وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ». أَخْرَجَهُ الثَّلاَثَةُ. وَهُوَ أَقْوَى مِنْ حَدِيثِ وَائِلٍ
Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian sujud maka janganlah menderum sebagaimana unta menderum, hendaklah dia meletakkan tangannya sebelum kedua lututnya.” Diriwayatkan oleh tiga orang ulama hadits.[1] Hadits ini lebih kuat dibadingkan hadits riwayat Wa’il.
Syarah Hadits
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apabila salah seorang di antara kalian sujud maka janganlah menderum.” Menderum maksudnya saat akan sujud bukan di saat posisi sujud. Dengan demikian sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apabila seseorang sujud” maksudnya apabila hendak sujud, hal ini umum pada setiap sujud yang disyariatkan. Posisi sujud itu sudah dikenal, yaitu turunnya seseorang hingga dia berada di atas tempat shalat dengan tujuh anggota badan.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Maka janganlah menderum” kata “jangan” berarti pelarangan, oleh karena inilah perbuatan tersebut ditegaskan. Menderum yang dimaksud adalah sebagaimana unta duduk, seperti manusia memiliki ciri ketika duduk. Dinamakan menderum karena tetap dan kokoh.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ “Sebagaimana unta menderum.” Kata الْبَعِيرُ (al-bair) maksudnya unta jenis jantan dan betina dari spesies yang dikenal. Adapun jika yang diinginkan untuk membedakan antara yang jantan dengan yang betina maka istilahnya adalah جمل “jamal” (unta jantan) dan ناقة “naqah” (unta betina).
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Maka janganlah menderum sebagaimana unta menderum” maksudnya jangan meletakkan kedua tangan sebelum kedua lutut, karena unta itu apabila mau menderum ia mendahulukan kedua tangannya daripada kedua lututnya sebagaimana hal ini dapat disaksikan.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ “Hendaklah dia meletakkan tangannya.”
Maksud dari kedua tangan di sini adalah kedua telapak tangan, karena tangan apabila diucapkan maksudnya adalah telapak tangan sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Maa`idah: 38) maksudnya adalah telapak tangan.
Allah Ta’ala berfirman mengenai tayammum, “Maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.” (QS: Al-Maa`idah : 6).
Maksudnya kedua telapak tangan saja.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sebelum kedua lututnya,” maksudnya mengarahkannya sebelum sampai ke tanah, inilah yang ditunjukkan oleh hadits tersebut.
Beberapa Kandungan Hadits
1. Sebagian ulama berdalil dengan hadits ini bahwa disyariatkan bagi seseorang yang akan sujud untuk mendahulukan kedua telapak tangannya sebelum kedua lututnya agar tidak menyerupai unta, karena unta itu apabila hendak menderum ia turun dengan mendahulukan kedua lututnya sebagaimna hal ini dapat disaksikan.
Akan tetapi jika direnungkan akan menjadi jelas bahwa lafazh hadits tersebut bertentangan, karena sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “maka Janganlah menderum sebagaimana unta menderum” kemudian beliau bersabda, “hendaklah dia meletakkan kedua tangannya,” dua pernyataan yang berbeda; karena yang dikenal adalah jika unta hendak menderum ia meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu kemudian baru menderum.
Karena inilah Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya ujung hadits tersebut terbalik oleh perawi dan seorang perawi adalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa salah. Yang benar dalam kalimat terakhirnya adalah “hendaklah dia meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya.” [2] Apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim ini lebih terarah.
Di antara sebagian orang-orang yang mendukung pendapat bahwa yang didahulukan adalah tangan sebelum lutut berkata, “Sesungguhnya kedua lutut unta itu ada di kedua tangannya.”
Kita menjawab pernyataan ini, “Benar, akan tetapi Nabi Shallaahu Alaihi wa Sallam tidak menyatakan, “Janganlah ia menderum dengan menggunakan anggota badan sebagaimana yang digunakan unta ketika menderum.” akan tetapi beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “sebagaimana unta menderum” penyerupaan di sini maksudnya dalam bentuk dan tata cara bukan anggota badan yang digerakkan untuk sujud.
Jika kita menafsirkan hadits tersebut dengan seperti itu maka tidak terjadi pertentangan, antara bagian awal dan akhir hadits menjadi sama.
2. Merinci yang tadinya umum sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Janganlah menderum sebagaimana unta menderum” kemudian beliau melanjutkan, “hendaklah dia meletakkan” ini di antara bentuk pengajaran yang baik yakni seseorang mengungkap sesuatu secara umum kemudian merincinya. Karena apabila dalam suatu keterangan terdapat sesuatu yang bersifat umum, maka jiwa berusaha untuk mengetahuinya. Apabila ada keterangan yang telah dirinci maka ia dapat diterima dengan mudah dan jelas.
3. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencegah seseorang menyerupai binatang dalam shalatnya. Seseorang dilarang menyerupai binatang di luar shalat apalagi dalam shalat.
Karena ini Nabi Shallallaahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian membentangkan tangannya sebagaimana binatang buas membentangkan tangannya.” [3]
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang melakukan gerakan yang cepat dalam shalatnya sebagaimana gagak menggali sesuatu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mencegah seseorang mengambil pemberiannya hingga diumpamakan sebagaimana anjing yang muntah dan menjilat kembali muntahnya.
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menyifati orang yang berbicara tatkala imam berkhutbah pada hari jumat bagaikan keledai, dan banyak contoh lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia itu tidak sama dengan hewan karena Allah telah memuliakannya dan mengutamakannya di atas hewan, karena itu janganlah dia mengembalikan dirinya ke derajat yang paling rendah dan paling hina.
Jika ada yang berkata, “Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang tidak mampu turun dengan mendahulukan kedua lututnya karena rasa nyeri, sudah tua, lemah, atau sakit dan semisalnya, apakah dia mendahulukan kedua tangannya?
Kita jawab, ya, dia mendahulukan kedua tangannya karena dia tidak dapat mendahulukan lututnya. Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286).
Firman Allah Ta’ala, “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At-Taghaabun: 16).
Apabila mendahulukan tangan sebelum lutut tatkala akan sujud sangat diperlukan oleh seseorang maka tidak mengapa dia melakukannya. Namun, jika tidak perlu melakukannya maka secara zhahir hadits tersebut mengindikasikan hukumnya haram, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang seseorang menderum dalam sujud menyerupai unta menderum.
Kita dilarang untuk menyerupai hewan dan penyerupaan ini tidak diriwayatkan melainkan untuk menerangkan sesuatu yang tercela.
__________________________
[1] HR. Abu Dawud, kitab shalat bab meletakkan kedua lutut sebelum kedua tangan (nomor 840); HR. At-Tirmidzi Kitab Shalat bab terakhir (nomor 269), HR. An-Nasa`í kitab Pelaksanaan bab Apa yang harus didahulukan seseorang ketika akan sujud (nomor 1091) dari jalur Muhammad bin Abdillah bin Hasan dari Abu Az-Zanad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah dan hadits ini memiliki cacat. Al-Bukhari telah menyebutkannya dalam At-Tarikh Al-Kabir (1/139) dengan menyatakan, “Riwayatnya tidak mempunyai pendukung dan saya tidak mengetahui apakah didengar dari Abu Az-zanad ataukah tidak.”
Cacat lainnya adalah kembali pada perawinya sebagaimana pernyataan Ibnul Qayyim dan syaikh kita akan menunjukinya dalam penjelasan.
[2] Zad Al-Ma’ad (1/223-224).
[3] HR. Muslim, Kitab Shalat, bab Kumpulan sifat shalat (nomor 498).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar