Rabu, 29 April 2015

Tafakkur agar Bersyukur (Segores catatan dari lapangan para pendaftar LIPIA)

Bismillaahirrohmaanirrohiim...

Catatan ini aku tulis semata-mata untuk memberikan ibroh kepada kita semua khususnya aku sendiri bahwa penderitaan dan kesusah payahan kita dalam mecari ilmu yang haq ini tidaklah mudah, bahkan jika kita bandingkan dengan para salafussholih, yang kita perjuangkan sekarang ini tidak ada apa-apanya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

...يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ـ

"…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

"Sesungguhnya keutaman orang yang berilmu diatas orang yang beribadah bagaikan pancaran sinar bulan purnama di atas pancaran sinar bintang-bintang” (HR. Ahmad).

Sempat tak percaya diri ini membaca dan melihat postingan ikhwah di grup whatsapp yang anggotanya anak-anak LIPIA. Baik berupa foto, komentar maupun cerita renungan yang membuat hati pembaca terketuk dan mengusap dada. Ada apa gerangan ?!. Semua berawal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab atau biasa dikenal LIPIA yang sedang membuka pendaftaran. Bagaimana perjuangan mereka para pendaftar mati-matian hanya untuk mendapatkan nomer antrian dan roqm thullab atau nomer ujian. Akan tetapi, berhubung kuota pendaftaran yang sangat terbatas, mereka harus datang pagi-pagi sekali ke LIPIA. Ya ?! pagi-pagi buta sekali. Mungkin kita masih mengisi atau mendengarkan ta'lim di masjid dan musholla. Di antara kita ada yang sedang menyiapkan pelajaran dan memuroja'ah sejenak pelajaran dan hafalan qur'an kita. Atau bahkan malah beberapa diantara kita masih bergelut di negeri kapuk. Astaghfirullahal 'Adhim.

Subhanallah. Hanya untuk mendapatkan formulir pendaftaran dan nomer antrian ikhwah ?!. Bukan main lagi. Kebanyakan dari kita tahu bahwa tahun ini banyak kebijakan-kebijakan baru yang membuat kita sebagai thullab resminya juga tercengang-cengang. Mulai dari pendaftar yang harus datang dan menyerahkan berkas sendiri, kemudian kuota pendaftar yang dibatasi hanya 400. Itupun tak semuanya diambil dan diterima. Ditambah lagi standar nilai setiap jurusan yang ketat pula. Bisa kita bayangkan, untuk jenjang i'dad saja minimal 8 di nilai ijazah. Sementara bagi yang ingin melanjutkan atau mendaftar langsung ke jenjang takmily minimal nilai 9.

Ikhwah, sedikit instropeksi untuk diri kita ini. Masihkah kita berleha-leha dan bersantai di posisi kita sekarang yang ratusan orang memperebutkan. Bukan hiperbola ikhwah. Tapi ini sebuah muhasabah untuk diri kita. Kita patut belajar bersyukur dari para pendaftar LIPIA. kita patut melihat antusiasme mereka dan mengembalikan kepada kita yang sangat-sangat santai tanpa ada perjuangan yang lebih demi mendapatkan nilai yang maksimal. Sungguh, antusias calon pendaftar mahasiswa Lipia yang datang dari daerah nusantara. Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya. Jujur, aku kagum akan semangatnya. Pun bercampur kasihan.

Aku masih teringat, dimana dua tahun yang lalu aku juga seperti mereka. Saat diri menoleh kebelakang, betapa Allah SWT memudahkan diri ini saat mendaftar kuliah, namun tatkala masuk perkuliahan rasanya belum mampu memaksimalkan kesempatan itu dan menyiakan dengan kegiatan yg kurang bermanfaat. Tak seberat yang mereka alami sekarang. Aku yang didaftarkan oleh kakak kelas yang tergabung di FALMA Jakarta berbeda sekali mereka yang berdesak-desakan dengan pendaftar yang lain demi mendapatkan formulir. Aku yang dulu menunggu formulir penndaftaran dengan tiduran di salah satu masjid di Jakarta. Jauh sekali dengan pendaftar sekarang yang mereka sudah stand by di depan LIPIA sejak pukul 1 dini hari. Allahu Akbarr !. Luar biasa, bukan ? Dan itupun, barisan antrian sudah seperti mengantri tiket kereta yang mau ditukarkan. Pun, pendaftaran akan dibuka jam 8 nanti. Sungguh betapa besar perjuangan mereka. Satu pertanyaan. Kenapa mereka mau mati-matian melakukan itu semua ?. Kenapa? Jawabannya sederhana, karena mereka ingin masuk LIPIA.

Selasa kemaren, hari ketiga dibukanya pendaftaran LIPIA. Aku ingin membuktikan sendiri. Membuktikan dengan mata kepalaku sendiri. Dan memastikan bahwa apa yang di BC kan dibeberapa grup whatsapp adalah benar apa adanya. Pulang dirosah LIPIA hari senin aku tak pulang ke markaz qur'an seperti biasanya. Sengajja aku izin dari lembaga Markaz Qur'anku untuk tidak pulang sore itu. Karena ana sengaja ingin menyaksikan fakta yang ada di lapangan. Aku paksakan diri ini untuk menetap di masjid atau qo'ah sakan LIPIA meskipun dalam hati ada rasa berontak untuk tidak mau. Karena pastinya aku akan disaksikan orang banyak yang notabene thullab sakan. Mereka satu sama lain sudah saling kenal. Tak apalah, ujarku nekat.

Angin berhembus dengan lembut. Membungkus hati yang kalang kabut. Hembusan angin yang sederhana. Ya... sederhana. Pas sekali aku tengok jam tangan menunjukkan pukul 1 pagi lebih 20 menit. Mataku mulai meraba-raba sekitar. Menjamah dan menyesuaikan setiap sudut ruangan yang ada di sekitarku sekarang. Sederhana sekali. Ya... sederhana. Sesederhana Allah mengirimkan 'orang' untuk membangunkanku. Karena alarm yang kupasang jam satu tepat. Tak apalah, bukan waktunya untuk berdebat dengan diri sendiri. Sebuah pelita dalam gelap, aku coba turuni tangga dan menuju gerbang LIPIA, tempat para calon thullab LIPIA berjibaku mendapatkan kesempatan untuk masuk maktabah. Aku liat dua petugas satpam dengan pakaian 'security'nya masih terjaga dari tidurnya. Dengan wajah tegas, seakan memupus cita yang akan tumbuh. Tak ku pahami rencana-Mu untuk mereka ya Robb.

Subhanallah !. Satu kalimat takjub yang lepas begitu saja dari mulut yang banyak dosa ini. Remang-remang aku lihat dari bilik pos satpam agar mereka tak tahu jikalau aku sedang memperhatikan mereka. Ya seketika itu juga aku tertegun. Iya ya ?!, ungkapku miris. Saling bersandar di antara mereka demi mengistirahatkan badan mereka yang lelah dan letih seharian bergulat dengan panasnya sang mentari. Miris sekali hati ini merasakan. Satu diantara mereka tertidur di atas trotoar jalan dengan kaki menjuntai ke bawah karena kecilnya permukaan trotoar. Ikhwah, tahukah kalian bahwa mereka juga ingin duduk di tempat yang kita
kita dudukin sekarang. Tahukah, bahwa mereka berhak mendapatkan seperti apa yang kita dapatkan. Mereka ingin mendengarkan penjelasan dari para masyayikh seperti apa yang kita peroleh. Mereka patut mendapatkan faedah sebagaimana yang kita dapatkan. Lantas, pantaskah kita bermalas-malasan ?. Tiadakah kita malu dengan mereka ?

Ya rabb betapa zolimnya kami kepada mereka, lihatlah mereka bersusah payah untuk mendapatkan kursi disini, sedangkan kami berleha-leha, malas-malasan, tak jarang terkantuk-kantuk ketika dosen sedang menjelaskan dan segudang lagi perbuatan-perbuatan yang menunjukkan kami kurang bersyukur . Betapa zolimnya kami Ya Rabb. Ya Allah ampunilah kami dan ajarkan kami cara mensyukuri nikmat-Mu. Ya... Mereka ya Allah. Bagaimana tidak mereka harus antri dari jam 3 pagi, Saat dimana mata-mata yang lain terlelap dalam tidurnya. Mereka rela berdiri antri bahkan sampai siang hari hanya untuk mengambil nomer urut pendaftaran, Belum lagi kadang perlakuan kurang enak dari pihak panitia yang tiba-tiba memutuskan bahwa hari itu tidak ada pembagian nomer pendaftaran, Namun mereka tetap bertahan menunggu dan berharap ada kebijakan yg membahagiakan mereka.
Semoga saja...
Akhirul kalam...

فإن الجزاء من جنس العمل وأجركم على قدر مشقتكم

Untuk mu para pejuang yang Insya Allah diterima :
Ahlan bikum, Ahlan bikhudhurkum...
Mabruuukk mabruuukk...
Sselalu tetap berjuang untuk yang belum diterima kali ini, semkga tahun depan masih ada kesempatan. Selamat datang kepada para penuntut ilmu di kampus biru tercinta.
Salam ukhuwah !
Keep Ukhuwah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar